a service by www.wantok.biz

Find your Domain:

Login

Email Address:
Password:

or Register?

Click here to register with us

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Search This Blog

Sunday, January 9, 2022

𝐒𝐚𝐲𝐚𝐩 𝐌𝐢𝐥𝐢𝐭𝐞𝐫 𝐏𝐞𝐦𝐛𝐞𝐛𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐖𝐞𝐬𝐭 𝐏𝐚𝐩𝐮𝐚 𝐁𝐞𝐫𝐬𝐚𝐭𝐮 𝐃𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐖𝐞𝐬𝐭 𝐏𝐚𝐩𝐮𝐚 𝐀𝐫𝐦𝐲 (𝐖𝐏𝐀)

Jubi – Konflik dan perpecahan internal di antara Pejuang Gerilya maupun Pemimpin Komando Militer Papua Barat telah terjadi sejak lama. Hal ini dipandang sebagai persoalan utama yang merupakan salah satu hambatan dalam proses perjuangan pembebasan rakyat West

Selama bertahun-tahun itu pula proses rekonsiliasi dan konsolidasi Komando Militer Papua Barat dilakukan. Dalam catatan Jubi, sekitar 13 kali proses rekonsiliasi ini dilakukan, yakni :

1. Pembentukan Pasukan Sukarelawan Papua (PVK), tahun 1961-1963, di Holandia, West Papua, sebagai Embrio Organisasi Sayap Militer West Papua.

2. Deklarasi Batalion Kasuari, tanggal 19 April 1964, di Manokwari, Pegunungan Arfak. West Papua.

3. Deklarasi TPN-OPM. Tanggal 01 Juli 1971, di Tanah Waris, West Papua.

4. Pertemuan Para Pemimpin Faksi PMK dan Marvik antara Tuan Jacob Pray dan Tuan Zet Rumkorem yang difasilitasi oleh Pemerintah Republik Vanuatu, pada tahun 1985, di Port Fila.

5. Kongres Tingkat Tinggi TPN.PB, 1998, di Markas Viktoria, Scotyau, Bewani, PNG.

6. Kongres Tingkat Tinggi TPN.PB, 2004, Markas Besar, Merauke, West Papua.

7. Kongres Tingkat Tinggi TPN. PB, 2005, di Ilaga West Papua.

8. Deklarasi Dewan Militer TPN.PB, 2005, di Markas Viktoria, Scotyau, Bewani, PNG.

9. Kongres Nasional TPN.PB, 2006, di Markas Border, PNG.

10. Kongres Tingkat Tinggi TPN.PB, 2006, di Markas Tingginamburt, Puncak Jaya, WP.

11. Kongres Tingkat Tinggi TPN.PB, 2007, di Markas Bring, Grimim Nawa, WP.

12. Persatuan Sayab Militer West Papua, TRWP, 2012, di Markas Border, PNG.

13. Kongres Tingkat Tinggi, TNPB, 2016, di Serui, West Papua.

Beberapa kali pula Kongres Militer West Papua telah dilakukan dalam rangkaian rekonsiliasi namun tak tercatat secara resmi.

“Beberapa momentum rekonsiliasi dan konsolidasi internal komando militer tersebut diatas adalah sebuah dinamika adanya perbedaan pandangan atau pendapat tentang struktur kepemimpinan nasional dan strategi operasional komando militer secara umum,” ungkap John Rumbiak, Juru Bicara United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) mengenai proses rekonsiliasi dan konsolidasi yang terjadi selama ini.

Menurut Rumbiak, proses ini telah tuntas sejak tiga tahun lalu, tepatnya setelah Deklarasi Saralana, tanggal 27 November – 03 Desember 2017 saat ULMWP melakukan Kongres Tingkat Tinggi (KTT) Pertama, yang dihadiri oleh Para Pemimpin dari semua Komponen Perjuangan Sipil, Diplomasi Politik dan Militer West papua untuk membahas dan memutuskan agenda kerja dan struktur kepemimpinan ULMWP, periode 2018 – 2020.

Dalam Forum KTT tersebut para pemimpin dari Komponen Militer Papua Barat yaitu Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN. PB), Tentara Revolusi West Papua (TRWP), Tentara Nasional Papua Barat (TNPB), mendapat kesempatan waktu untuk menyampaikan beberapa pandangan umum tentang perkembangan perjuangan di dalam negeri, salah satunya menyangkut perpecahan internal Komando Militer yang sedang terjadi.

“Dibutuhkan upaya persatuan kembali secara nasional,” lanjut Rumbiak, mengenai kesimpulan dari pandangan umum tersebut.

Sesuai dengan pandangan politik dari militer tersebut maka, Forum KTT Pertama ULMWP, telah memutuskan untuk mengeluarkan Rekomendasi Tentang Rekonsiliasi dan Konsolidasi Internal Komando Militer Papua Barat, dan kemudian dilanjutkan oleh Ketua Eksekutif ULMWP, yang saat itu baru terpilih (Beny Wenda).

Dikatakan oleh Rumbiak, sesuai dengan keputusan KTT Pertama ULMWP, tahun 2017, kemudian RAKER Eksekutif ULMWP Ke-I tentang struktur kerja eksekutif dan pelimpahan kewenangan kerja Biro Pertahanan dan Keamanan ULMWP, biro ini telah menyelesaikan program kerja prioritas yaitu Rekonsiliasi dan Konsolidasi Internal Militer Papua Barat secara Nasional (Sorong – Merauke) yang kemudian membentuk panitia Kongres Luar Biasa I West Papua Army (WPA). Anggota panitia ini merupakan perwakilan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), Tentara Revolusi West Papua (TRWP) dan Tentara Nasional Papua Barat (TNPB).

Kongres Luar Biasa ini menghasilkan beberapa keputusan antara lain :

1. Para Panglima Komando TPNPB, TRWP dan TNPB telah menyepakati, memutuskan dan menyatakan bersatu dalam agenda kerja perjuangan Bangsa West Papua

2. Para Panglima Komando TPN.PB, TRWP, dan TNPB, telah menyepakati, memutuskan dan menyatakan bersatu dalam satu nama West Papua Army.

3. Para Panglima Komando TPN.PB, TRWP, dan TNPB, menyepakati, memutuskan dan menyatakan bersatu dalam satu garis kordinasi komando West Papua Army dibawah ULMWP.

4. Struktur Koordinasi Kerja Komando West Papua Army berbentuk Semi Negara.

“Hasil ini telah dilampirkan untuk diketahui oleh seluruh Komponen Perjuangan Rakyat West Papua, dan Masyarakat Internasional. Sayap militer West Papua secara resmi dan sah telah menyatakan dukungan penuh kepada ULMWP selaku sayap politik diplomasi. Hal itu terbukti dalam legitimasi tanda tangan dari setiap Panglima Pemegang Komando Militer dari Sorong sampai Merauke,” ujar Rumbiak.

Mengenai keputusan dalam KLB I WPA ini, ketua ULMWP, Benny Wenda mengatakan WPA telah menyatakan siap membela dan melindungi wilayah beserta masyarakat Sipil West Papua dari kejahatan Indonesia dan sekutunya.

“WPA juga menolak dialog antara Jakarta dan West Papua dan mendukung proses perjuangan diplomasi yang di dorong oleh ULMWP,” ujar Wenda.

WPA juga ikut menjaga perdamaian dunia dari ancaman teroris, perdagangan narkotika dan segala jenis perdagangan illegal dan siap melaksanakan Konvensi Den Haag, Kovensi Jenewa 1949 dan Hukum Humaniter Internasional serta hukum internasional lainya yang berlaku di masa perang dan keadaan damai. (*)

PUBLISHED BY
Victor Mambor

3 YEARS AGO

#Jubi

Gambar Pasukan TPNPB saat upacara pengibaran Bendera Bintang Fajar.

Saturday, January 8, 2022

Marape: No place for regionalism in military

 8th January 2022

By CLIFFORD FAIPARIK


THE PNG Defence Force belongs to the whole of Papua New Guinea and not to be dominated by an ethnic group or a region, Prime Minister James Marape says.

“It (PNGDF) is the chief corner stone of our sovereignty in a nation of thousand tribes. From the eastern most part of the country (Autonomous Region Of Bougainville and Milne Bay ) that divides Solomon Island and  PNG,  to the most northern part (Manus )of our Micronesian neighbors, to the western-most part (West Sepik )that divides PNG with West Papua in Indonesia and to the southern part (Western )that divides PNG, Australia and also Indonesia .The  entire of  the sovereignty of our nationhood is embodied in the personality of the  PNGDF as its role to maintain our sovereignty.”

Marape said that during the promotion of Colonel Mark Goina to Major General and the Announcement of his appointment as the new Chief of PNGDF at Murray Barracks in Port Moresby last week. “It is in our constitution that there must have a regional balance in our key constitutional office holders. In this context, in police, we have the Commissioner from New Guinea Island and chief of PNGDF from the Papuan region who earns his stripes on merit. And in the rank and file of the PNGDF, we have qualified military officers from all over the country. And many of our appointments in public office is regionally balanced. “We maintain a harmony to ensure that key constitutional offices holders are regionally balanced. And that is to ensure that the country is always protected as we progress forward.

”Marape said that “Appointments of public office holders is not based on the region you coming from.  But is based on the best man available for that job.  And having consider everything we got Goina as the new chief of PNGDF. Our challenges remain huge in security, tribalism, and now we face a challenge of a part of our country (Autonomous Region of Bougainville) trying to break away from us (PNG). Also election is coming up and you (PNGDF) will support the Police. 

Forgot politics and remain focused on your job.  Marape also acknowledge the outgoing Chief of PNGDF Major General Gilbert Toropo. “For eight years he has stepped up to hold the Force that was under resourced and underfunded. But he has to go and we have appointed him as the High Commissioner to New Zealand. 

Caption: Mark Goina’s wife Mirah pinning the ranks to her husband’s shoulders with the help of the Prime Minister James Marape and Deputy Chief Of Staff Colonel Tim Marsden at the Officers mess at Murray Barracks in Port Moresby last week.